Cermin dari Anak berusia 7th
1/08/2015 07:37:00 PM
Penulis: Farida
" ANAK INI BENER-BENER MEMBIKIN AKU IRI "
Ngapain duduk disini? Tanyaku menyapa.....
Seorang anak kecil, duduk disampingku. Sambil komat kamit entah apa yang ia baca. Duduk disampingku dengan memangku kitab shohih bukhori dan seperangkat alat tulis. Iyaaa,,,, tepatnya dimajlis syaikhinaa Abdul Muhsin Al Abbad hafidzohullah wa ro'aah.
Gerakannya membuatku bergumam dan menarik hati untuk sekedar bertanya dan ngobrol sebentar sambil menunggu kedatangan syaikh.
Seorang anak kecil, berbalut jubah putih bersih, kepalanya terhiasi peci yang mungil. Seorang anak penduduk sini, Madinah an Annabawiyyah.
Kuberanikan diri tuk menyapa dan bertanya. Apa seh yang sedang ia lakukan.
: Sedang apa kamu nhee naaak??? : Lagi murojaah hafalan kak..
" gumamku dalam hati, paling juz dua puluh delapan, karna aku lihat tadi ia membolak balik lembaran juz tersebut "
Anaknya baru berumur 7 tahun kurang lebihnya. Sekitar itulah kebiasaan anak disini menghafal alquran.
: oooohh,,,berapa juz kamu hafal?? : dua delapan. : juz dua delapan maksudmu?? : bukaaaaan...dua delapan juz maksudnya. : waaaahhhh,,,, hebat hebat, barokaAllahu fiek. : wafiek barokaAllah.
" kukira juz dua delapan, ternyata tak kuduga tinggal dua juz lagi ia menyeleseikan hafalannya "
: Kok kamu duduk disini dek?? Tidak sama kawan kawan kamu ikut halaqoh alquran?
: sudah tadi, selepas sholat ashar buru buru aku menyetorkan hafalanku
kepada pembimbing halaqohku. Lagian aku lebih suka duduk disini, selain
memang disuruh abi mendengarkan faedah ilmu. Juga belajar mengambil
istifadah ilmu...
: oohh,, masyaAllah... Yah lanjutkan aktifitasmu dek. Jangan lupa doakan kaka taufiq yaa!!?? : shipp dehh,,, bittaufiq InsyaAllah.
Masih seumur jagung, sudah menghafal alquran begitu banyak. Semangatnya
menuntut ilmu mengalahkan para pemuda yang terombang ambing nikmatnya
dunia. Aku iri dengannya, iri dengan apa yang ia dapat, iri dengan caranya menghabiskan waktu dengan ilmu dan menghafal.
Semoga aku bisa menyusulnya dengan semangat baru. Walaupun tak sampai,
namun usaha sudah dilakukan. Aku sangat berterima kasih kepadanya, ia
telah memberiku dongkrak untuk memompa semangat himmah yang lama kendor.
Kalau saja andai-andai itu boleh dikatakan. Ingin ku berandai andai
kembali ke masa kecilku, ku perbaiki rapot amalku yang warna warni
dengan tinta kemalasanku.
Benar kata seorang penyair :
العلم في الصغر مثل نقش في الحجر والعلم في الكبر مثل نقش في المدر
Berilmu pada waktu kecil, ibarat mengukir pada batu cadas. Dan berilmu diwaktu senja bagaikan mengukir pada lelumpuran.
____________ Fadzla Mujadid Fak. Dakwah wa ushuluddin 17 Robiul Awal 1436 hijriyah. Kisah ini dialami penulis awal tahun pertama kali menginjak Kota Nabi.
source: FP Di Kota Nabi
Baca Selengkapnya...
Bolehkah Mengucapkan Selamat Natal?
12/22/2014 09:18:00 AM
Penulis: Farida
WBM
Bismillahirohmanirrohim
Kajian bersama HJ Irena Handono
➡Kamis, 11 Desember 2014
❗Bolehkah Mengucapkan
Selamat Natal?
⛵ seperti tahun-tahun
sebelumnya dan sepanjang tahun, selalu
muncul pertanyaan yang ditujukan kepada saya,
tentang boleh tidaknya mengucapkan
'Selamat Natal'. Jawaban saya cukup singkat:
⛔TIDAK!
➡Sebagian memberikan alasan bahwa mereka masih
terikat pada pekerjaan yang dalam posisi sulit
mengelak untuk mengucap 'Selamat Natal' pada relasi,
customer, bos, atau atasan. Sebagian yang lain
beralasan karena untuk menjaga hubungan baik,
kekerabatan, kekeluargaan dengan saudara, ipar,
orang tua, mertua ataupun tetangga.
Bahkan ada yang berdalih, rekan kerja suaminya,
tetangga atau kerabatnya yang beragama Kristen,
selalu hadir saat Idul Fitri, memberikan selamat dan
bahkan ikut meramaikan perayaan Idhul Fitri di
rumah. Maka, 'tidak enak' rasanya kalau harus cuek
kala mereka sedang merayakan Natal. Dan seringkali
➡'toleransi' dijadikan dalih untuk menempatkan Muslim
pada posisi sulit sehingga terjebak untuk berpartisipasi
dalam kegiatan Natal.
Dan jawaban saya tetap tidak pernah berubah, cukup
singkat,
⛔TIDAK BOLEH!. Apapun alasan, kita tidak boleh
mengucapkan 'Selamat Natal' dalam apapun
kondisinya.
Kali ini kita tidak membahas tentang Natal dari sudut
sejarah. Karena insyaAllah kita sudah mengetahui
semua, bagaimana sejarah Natal dan pengaruh budaya
pagan Romawi yang kental mewarnai ritual 25
Desember ini. Namun kita akan membahas Natal dari
sisi ibadah dan dampaknya pada aqidah.
Hakekat Natal
Natal adalah sebuah peringatan terhadap lahirnya
Yesus (Isa as) sebagai Tuhan. Apakah benar Yesus
dilahirkan pada 25 Desember? Tidak juga. Alquran
menginfor-masikan bahwa Isa as lahir saat pohon
kurma sedang berbuah lebat hingga buah-buahnya
jatuh berguguran. Dan ini mustahil terjadi pada bulan
Desember.
🔐Namun yang penting ditekankan disini bahwa Natal
adalah peringatan terhadap hari lahirnya/hadirnya
Yesus sebagai Tuhan. Yang perlu digarisbawahi adalah
kalimat, 'Yesus sebagai Tuhan'. Sehingga, peringatan
Natal ini sesungguhnya adalah sebuah ibadah. Sebuah
ibadah inti dalam agama Kristen. Karena tanpa
peringatan 25 Desember (lahirnya Tuhan) maka
eksistensi agama Kristen pun tidak ada.
🔑Natal adalah ibadah yang masuk dalam wilayah aqidah.
Karena di sinilah mula eksistensi ketuhanan agama lain
(Kristen).
🔑 Natal adalah salah satu inti iman Kristen.
Idul Fitri
Berbeda dengan Natal.
✏Idhul Fitri adalah sebuah
perayaan Muslim setelah melakukan puasa sebulan
penuh di bulan Ramadhan.
✏ Idul Fitri diisi dengan
acara silaturahim, maaf memaafkan antara keluarga,
tetangga, kerabat dekat maupun jauh, relasi di kantor,
dsb.
✏ Perayaan ini memasuki wilayah hablu-minannas.
Konsistensi Menjaga Aqidah
Ketika seorang Kristen datang pada saat Idul Fitri dan
mengucapkan selamat Idul fitri atau bahan ikutan
mengucap 'mohon maaf lahir bathin', sesungguhnya
tidak ada pelanggaran aqidah/iman yang dilakukan
oleh orang Kristen tersebut terhadap agamanya.
➡Mereka sangat menyadari hal ini. Jadi jangan heran
ketika mereka sangat antusias ikut serta dalam
perayaan Idhul Fitri. Karena tidak ada pelanggaran
apapun dalam iman mereka.
➡ Tapi justru ini menjadi
pintu masuk untuk menunjukkan bahwa mereka sangat
toleran terhadap umat Islam dan secara tidak langsung
juga menuntut agar umat Islampun toleran terhadap
mereka dan agar Muslim tidak menolak ketika mereka
mengajak untuk berpartisipasi dalam Natal. Ini tidak
fair!
🆗Tapi coba perhatikan, adakah mereka mau
mengucapkan selamat kita Muslim merayakan Idhul
Adha (Idul Qurban)?
⛔Tentu tidak pernah dan mereka
tidak akan mau. Karena ketika seorang Kristen
mengucapkan Idhul Adha kepada Muslim, maka ia
sudah melanggar iman mereka.
➡Mengapa demikian?
Idhul Adha
Bagi umat Islam, Idhul Adha adalah peringatan yang
merefleksikan peristiwa keikhlasan dan loyalitas Nabi
Ibrahim AS kepada Allah SWT dengan mengikhlaskan
putranya Nabi Ismail AS untuk disembelih.
➡Namun dalam keimanan Kristen, putra tunggal Nabi
Ibrahim AS adalah Ishak AS. Bibel tidak mengakui Nabi
Ismail sebagai putra nabi Ibrahim. Iman Kristen
sebagai mana yang tertulis dalam Bibel menyatakan
bahwa putra yang akan disembelih oleh Nabi Ibrahim
adalah Ishak, bukan Ismail.
Kejadian 22:2
Firman-Nya: "Ambillah anakmu yang tunggal itu, yang
engkau kasihi, yakni Ishak, pergilah ke tanah Moria
dan persembahkanlah dia di sana sebagai korban
bakaran pada salah satu gunung yang akan Kukatakan
kepadamu."
➡Bahkan lebih jauh, Nabi Ismail AS yang dihormati
dalam Islam sebagaimana nabi-nabi yang lainnya,
namun dalam Kristen Nabi Ismail dikatakan sebagai
seorang laki-laki yang perilakunya seperti keledai liar.
Kejadian 16:11-12
➡Selanjutnya kata Malaikat TUHAN itu kepadanya:
"Engkau mengandung dan akan melahirkan seorang
anak laki-laki dan akan menamainya Ismael, sebab
TUHAN telah mendengar tentang penindasan atasmu
itu.
➡Seorang laki-laki yang lakunya seperti keledai liar,
demikianlah nanti anak itu; tangannya akan melawan
tiap-tiap orang dan tangan tiap-tiap orang akan
melawan dia, dan di tempat kediamannya ia akan
menentang semua saudaranya."
Sehingga, jika seorang Kristen meng-ucapkan selamat
➡Idhul Adha berarti ia telah mengingkari ayat-ayat
dalam kitab suci mereka. Menodai keimanan mereka
terhadap firman Tuhannya.
➡Jika ucapan Idhul Fitri tidak membawa dampak apa-
apa bagi umat Kristen, tapi justru menguntungkan
mereka.
➡ Namun ucapan Idhul Adha justru akan sangat
membahayakan iman/aqidah mereka. Dan hingga saat
ini mereka sangat konsisten mempertahankan iman
mereka.
✏Pertanyaannya, mengapa kita sebagai Muslim harus
mempertaruhkan atau bahkan menggadaikan aqidah
kita dengan mengucap 'Selamat Natal' atas dalih
toleransi? Ini bukan toleransi, tapi pemerkosaan
aqidah.
Baca Selengkapnya...
Psikologi Suami – Istri
11/09/2008 09:08:00 AM
Penulis: Rini
Kategori: Pernikahan Sumber: Kado Pernikahan, Psikologi Suami-Istri; Dr. Thariq Kamal An-Nu’aimi; Mitra Pustaka. Oleh Dr. Thariq Kamal an-Nu’aimiSemua orang pasti setuju bila dikatakan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki kondisi psikologis yang berbeda. Kondisi psikologis yang secara aktif sangat berpengaruh pada cara memahami, berbuat, dan merespon sesuatu. Perbedaan tersebut membuat masing-masing menjadi jelas dan sepertinya tidak akan mungkin bisa bersandar pada dunia yang sama, cara berfikir yang sama. Inilah kodrat manusia. Agar tak salah dalam menafsirkan cara berpikir, maka adalah baiknya mengetahui bagaimana perbedaan ini? Dengan mengetahui dasar-dasar perbedaan ini, diharapkan tidak ada lagi rasa curiga. Selain perbedaan yang mencolok secara fisik, tentu banyak perbedaan lainnya secara lahiriah. Begitu halnya dalam hal cara berfikir. Cara berfikir lelaki terkonsentrasi (terpusat) pada kebutuhannya saja dan hanya memperhatikan dirinya saja. Sebaliknya pada wanita, akan lebih mudah memperhatikan sekelilingnya melebihi perhatian pada dirinya sendiri. Ia akan menngorbankan dirinya sendiri dan tidak merasakan hal tersebut. Perbedaan cara berpikir ini yang mendasari sikap tidak saling memahami jalan pemikiran. Lelaki tidak bisa berfikir dan menyikapi sesuatu seperti yang dilakukan perempuan. Begitu juga sebaliknya. Jika masing-masing pihak memaksakan cara berpikirnya, tentu saja fatal akibatnya. Timbullah rasa frustasi, ketegangan yang diwarnai pertengkaran, kebencian yang dapat menimbulkan keretakan dalam rumah tangga. Lalu, apa saja perbedaan itu?
Cara Berpikir
Otak lelaki dan perempuan berbeda, begitu pula dalam penggunaannya. Para lelaki akan sulit sekali merubah fikirannya dalam waktu sekejab. Lain hal dengan wanita.
Jika seorang lelaki dalam konsentrasi penuh melakukan suatu hal, maka akan sulit baginya untuk membagi konsentrasi pada hal lainnya. Misalnya, seorang suami sedang asik membaca. Si istri datang dengan maksud ingin menciptakan suasana hangat. Namun yang terjadi pada suami adalah si istri mengganggu konsentrasinya. Hal umum terjadi adalah, suami dan istri sama-sama menjadi jengkel karena tak terpenuhi keinginannya.
Hal yang harus dilakukan istri adalah, tanyakan pada suami apakah dia ingin berbincang-bincang padanya. Jika suami mengatakan kesanggupannya tapi dia tidak melepaskan matanya dari bacaannya. Lebih baik tak usah dilanjutkan lagi perbincangan karena sudah pasti suami tidak akan dapat berkonsentrasi dengan dua macam perbuatan. Lebih baik cari lagi waktu luang lainnya. Dan hal ini tidak berarti dia tidak mencintai dan perduli pada istrinya. Hal ini hanyalah karena tabiat dasar seorang lelaki.
Interaksi dengan dunia luar bagi lelaki adalah pergulatan dengan dunia luar. Pergulatan yang membutuhkan enerji besar dan keharusan untuk memenangkannya. Ia harus selalu menjadi orang yang berada di urutan teratas. Tentu saja interaksi ini berbeda jauh pada kaum perempuan yang penuh dengan kasih sayang, dunia penuh cinta, dan hubungan sosial.
Cara berfikir terhadap dunia luarpun menjadi sangat berbeda. Dimana lelaki berfikir secara sentratif (memusat) akan mengaitkan satu hal dengan hal lainnya kemudian secara bertahap membentuk sebuah gambaran yang dapat ia mengerti. Sedangkan perempuan memiliki sifat ekspansif (meluas) dimana pada tahap awalnya ia akan mencoba menjelajah segala aspek yang terkait dengan objek kemudian mengkaitkan bagian-bagian tersebut.
Contoh sederhana adalah saat berbelanja. Bagi lelaki dimana cara berfikirnya terkonsentrasi adalah langsung membeli barang yang dibutuhkannya dan mengabaikan lainnya. Berbeda dengan perempuan yang bersifat ekspansif. Perempuan membutuhkan waktu untuk menjelajah sambil menyebarkan sifat penyayangnya. Tentu hal yang melelahkan bagi lelaki bila ia dipaksakan harus melakukan hal yang sama seperti kaum perempuan.
Perbedaan lainnya terletak pada cara berfikir dalam menyelesaikan masalah. Bagi lelaki, berfikir adalah diam namun bagi perempuan berfikir sambil berbicara agar mendapatkan kejernihan dalan berfikir. Kontradiktif. Tabiat pokok para lelaki adalah perhatian pada sesuatu yang di luar. Sehingga ketika ia mengalami kesukaran maka ia akan menarik diri dan mulai berfikir secara diam. Ia berusaha memecahkan permasalahan yang dialami. Demikianlah cara lelaki bersikap agar telepas dari kesukaran dan kelelahan.
Lelaki yang merasa lelah akan berusaha mencari kelegaan dengan berusaha mendapatkan tempat yang cukup tenang, jauh dari kebisingan. Dan secara umum berusaha menghindarkan diri untuk tenggelam pada perdebatan dalam bentuk apapun. Ia tidak ingin berbicara, baik pada permasalahan yang dihadapi maupun tema lainnya. Yang diinginkan lelaki pada waktu itu hanyalah ketenangan. Dan rumah adalah tempat mendapatkan ketenangan itu.
Di antara naluri khas lelaki adalah apabila ia konsentrasi untuk membahagiakan perempuan maka ketika itu semua pikiran dan usahanya terpusat untuk mewujudkannya. Bila ia merasa perempuan telah merasa bahagia, maka lelaki akan berusaha mengubah pikirannya pada hal baru secara tidak sengaja. Ia mulai konsentrasi pada hal lain, seperti permasalahan dalam pekerjaan. Sehingga otaknya sibuk, pemikirannya tertumpah pada hal tersebut, sehingga masalah baru itu menjadi sangat menyibukkan dia. Seakan-akan ia telah mengabaikan istrinya yang ia cintai.
Seni Berkomunikasi
Sudah umum dikatakan bahwa perempuan adalah makhluk cerewet yang banyak omong. Sebenarnya pendapat itu tidak salah dan juga tidak sepenuhnya benar. Kaum lelaki juga sangat suka berbicara. Kaum lelaki banyak berbicara saat di luar rumah, saat ia berjuang dan berkorban untuk mendapatkan kebutuhannya. Saat di rumah ia menjadi pendiam karena baginya rumah bukan tempat untuk berjuang. Rumah adalah tempat untuk beristirahat, mengistirahatkan otaknya. Berbeda dengan kaum perempuan yang merasa rumah adalah tempat yang tepat untuk berbicara terutama dengan suaminya. Lagi-lagi, keadaan yang sangat jauh berbeda. Lalu bagaimana mengatasinya?
Tentu saja harus melihat kondisi dan situasi. Lelaki yang sedang memiliki masalah di kantor akan terus membawa masalahnya itu sampai ke rumah. Ketika suami sedang dalam kondisi letih dan mempunyai masalah, maka perempuan harus memahami hal itu bahwa suami sedang lelah, butuh istirahat, dan ketenangan. Kewajiban perempuan adalah memenuhi hal tersebut. Jika tidak, akibatnya akan buruk. Jika suami telah menemukan pemecahan masalahnya, letihnya telah habis, maka ia akan terlihat gembira. Pikirannya menjadi baik kembali. Mukanya menampakkan senyuman yang lebar. Siap diajak untuk berkomunikasi.
Dalam dunia lelaki, ada dua sebab mengapa ia mau berbicara tentang masalahnya: 1. Ingin berembug dan mencari jalan keluar 2. Ingin membebaskan diri dari tanggung jawab dan kesalah tersebut.
Dalam benak lelaki, saat perempuan mengatakan keluhannya, dua hal tersebutlah yang menjadi alasannya. Jikalah istrinya mengeluh, maka secara otomatis, lelaki yang menganggap dirinya sebagai kepala rumah tangga yang bertanggung jawab penuh kepada istrinya akan memberikan jalan keluarnya. Namun lelaki tidak mengetahui bahwa istrinya membutuhkan perbincangan kasih sayang bukan membutuhkan nasehat-nasehat dan jalan keluar. Baik, jika ternyata lelaki itu mampu mengerti akan kebutuhan bercakap-cakap ini dalam diri istrinya sehingga konflik tidak ada.
Hal lain yang menjadi permasalahan adalah jika lelaki menangkap pesan bahwa keluhan yang disampaikan istrinya adalah salah satu tindakan pembebasan diri si istri dari tanggung jawab. Dengan kata lain, bahwa lelaki merasa bahwa istrinya telah menganggapnya lalai. Ketika inilah lelaki akan mengeluarkan senjatanya untuk membela diri. Di sinilah harus ada trik-trik dalam menyampaikan keluhan permasalahan.
Di lain sisi, kaum perempuan menyukai memberikan pertolongan dan bantuan kepada sesama. Keadaan berbeda pada kaum lelaki. Perbedaan memang selalu ada selayaknya tulang rusuk yang bengkok bagi kaum lelaki, selalu berseberangan sifatnya. Tujuan memberikan bantuan bagi kaum perempuan adalah untuk membuat dia merasa dicintai. Sementara dalam dunia kaum lelaki, memberikan bantuan sukarela dianggap sesuatu yang tak dapat diterima. Kadang ditafsirkan sebagai penghinaan atas sebuah ketidakmampuan.
Karena itulah, seorang istri yang baik akan membiarkan suaminya berkerja dan percaya penuh padanya. Biarkanlah ia, turutilah, dan jangan mencampur aduk. Jangan berusaha memperbaiki kecuali apabila ia tidak bekerja dan berhenti dari pekerjaannya.
Secara umum, bila perempuan ingin memberikan bantuan kepada suaminya atau memberikan nasehat kepadanya. Murni keinginannya dengan tujuan untuk kebaikan si suami, sebagai wujud rasa cinta tanpa diminta suami. Sikap ini akan terasa menyakitkan bagi suami. Bagi suami, tindakan ini sebagai sikap dari rasa ketidakpercayaan istri padanya. Ada baiknya dilakukan dengan sikap yang tidak menggurui atau dengan cara tidak langsung.Baca Selengkapnya...
Mengqadha Shalat dalam Hukum Haid
6/27/2007 09:29:00 AM
Penulis: Rini
Kategori: Fiqh Sumber: 52 Persoalan Sekitar Hukum Haid, Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin, Darul Haq
Pertanyaan:Jika seorang wanita mengalami haid pada pukul 01.00 siang umpamanya dan dia belum mengerjakan shalat Zhuhur, apakah dia harus mengqadha' shalat Zhuhur itu setelah suci?
Jawaban: Terdapat perbedaan-perbedaan di antara para ulama dalam masalah ini. ada yang berpendapat, dia tidak harus mengqadha' shalat itu karena dia tidak meremehkannya, juga tidak berdosa karena boleh baginya mengerjakan shalat sampai pada akhir waktunya. Ada lagi pendapat yang mengatakan, dia harus mengqadha' shalat itu berdasarkan keumuman sabda Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wasallam:
"Barangsiapa mendapatkan satu raka'at dari shalat, maka ia telah mendapatkan shalat itu."
Dan sikap hati-hati ialah mengqadha' shalat itu karena hanya satu shalat saja dan tidak ada kesulitan dalam mengqadha'nya.
***
Pertanyaan: Seorang wanita kedatangan haid setelah masuk waktu shalat, apakah wajib baginya mengqadha' shalat itu jika telah suci, demikian pula jika telah suci sebelum habis waktu shalat?
Jawaban: Pertama. Jika wanita kedatangan haid setelah masuk waktu shalat wajib baginya, jika telah suci mengqadha' shalat pada waktu dia haid bila dia belum mengerjakannya sebelum datangnya haid. Berdasarkan sabda Rasulullah shalallhu 'alaihi wa sallam,
"Barangsiapa mendapatkan satu raka'at dari shalat, maka ia telah mendapatkan shalat itu."
Jadi, seandainya seorang wanita bisa mengerjakan sekedar satu raka'at dari waktu shalat kemudian dia kedatangan haid sebelum mengerjakannya, maka jika dia suci nanti, wajib mengqadha'-nya.
Kedua. Jika wanita itu suci dari haid sebelum habis waktu shalat, wajib baginya mengqadha' shalat tersebut. Seandainya dia suci pada saat sekedar satu raka'at sebelum terbit matahari maka wajib baginya mengqadha' shalat Subuh. Atau suci sebelum terbenam matahari sekedar satu raka'at, maka wajib baginya mengqadha' shalat Ashar. Atau suci sebelum tengah malam sekedar satu raka'at, wajib baginya mengqadha' shalat Isya'. namun kalau suci setelah tengah malam, tidak wajib baginya shalat Isya' tetapi dia berkewajiban shalat Subuh bila telah masuk waktunya.
Firman Allah: "Kemudian apabila kami telah merasa aman, maka dirikanlah shalat itu (seagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman." [QA An-Nisaa': 103]
Berarti tidak boleh bagi seseorang mengerjakan shalat di luar waktunya atau memulai shalat sebelum masuk waktunya.
Baca Selengkapnya...
Aba'ah
5/31/2007 10:57:00 AM
Penulis: Rini
Kategori: Fiqh Sumber: Nasihat Ulama Besar untuk Wanita Muslimah, Penyusun Syaikh Hamd bin Ibrahim al-Huraiqi, Pustaka Ibnu Katsir Pertanyaan: Telah tersebar di kalangan wanita muslimah satu fenomena yang berbahaya berupa kebiasaan memakai aba’ah, yaitu busana yang menutupi tubuh hingga ke bahu dan menutupi kepala dengan maksud agar terlihat anggun dipandang. Aba’ah ini terlihat ketat, transparan sehingga terlihat bentuk dada dan tulang, dan mereka memakai busana ini karena ingin mengikuti mode atau karena ingin ketenaran. Bagaimana hukum memakainya? Apakah ini termasuk hijab yang disyariatkan? Dan apakah ini termasuk dari ancaman Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam dalam hadistnya: “Ada dua golongan penghuni Neraka yang belum pernah aku lihat sebelumnya, yaitu suatu kaum yang membawa pecut kemudian dengan pecut itu mereka memukul manusia dan perempuan-perempuan yang berpakaian tetapi telanjang, jika berjalan berlenggak-lenggok, kepala mereka bagaikan punuk unta yang meliuk-liuk, mereka tidak akan masuk Surga dan tidak pula mendapat harumnya. sedangkan wangi Surga sudah dapat dicium dari jarak sekian dan sekian.” Atas fatwanya, saya ucapkan Jazakumullah khairal jazza’.
Jawaban: Allah Ta’ala telah memerintahkan wanita muslimah untuk menutupi tubuh secara sempurna dengan hijab sebagaimana firman-Nya:
“Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu, dan isteri-isteri orang mukmin: ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka’.” (QS. Al-Ahzab: 59)
Dan jilbab adalah kain panjang yang digunakan wanita untuk menutupi kepala dan seluruh anggota badannya seperti halnya misylah (pakaian kebesaran bangsa Arab bagi kaum prianya). Sedangkan aba’ah pada awalnya dipakai untuk kepala dan seluruh badan. Maka aba’ah termasuk penutup dan penghalang dari pandangan mata orang lain.
Firman Allah Ta’ala:
“Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal.” (QS. Al-Ahzab: 59)
Dan tidak diragukan lagi bahwa menampakkan bentuk kepala dan kedua bahu wanita merupakan daya tarik yang akan memancing pandangan orang lain, jika wanita muslimah memakai aba’ah yang hanya sampai bahu, maka sama seperti laki-laki karena menampakkan bentuk kepala, leher, dan bentuk bahu serta menjelaskan secara detail sebagian anggota tubuhnya seperti dada, punggung, dan lainnya. Ini semua merupakan sebab terjadinya fitnah, memancing pandangan orang lain, serta mendekatkan diri pada orang jahil walaupun ia termasuk wanita yang menjaga kehormatan diri. Atas dasar inilah, maka tidak boleh bagi seorang muslimah memakai aba’ah yang hanya menutup hingga bahu karena adanya larangan, dan dikhawatirkan masuk kepada ancaman Nabi shalallahu a’alaihi wasallam dalam hadist di atas.
Syaikh ‘Abdullah bin Jibrin pada 27/8/1413 H.Baca Selengkapnya...
|