Kategori: Sisi Keangungan Wanita
Sumber : Majalah Ummi, No. 8/XII Desember – Januari 2001
Sumber : Majalah Ummi, No. 8/XII Desember – Januari 2001
Ramlah binti Abu Sofyan dilahirkan dua puluh lima tahun sebelum hijrah atau kurang lebih tiga belas tahun sebelum Muhammad saw diangkat Rasul. Ayahnya adalah Shakhr bin Harb bin Umayyah yang dikenal sebagai Abu Sofyan. Ia adalah pembesar Quraisy yang terpandang pada masanya. Sedangkan ibunya bernama Saffiyyah binti Abul Ash, bibi Usman bin Affan.
Tahun demi tahun berlalu dengan cepat. Ramlah tumbuh menjadi gadis cantik yang dikagumi pemuda-pemuda Quraisy. Salah seorang di antara mereka adalah Ubaydillah bin Jahsy, pemuda bangsawan Quraisy yang tekun mempelajari ajaran Nabi Isa as dan selalu menyertai Waraqah bin Naufal, seorang pendeta nasrani. Ia melamar Ramlah. Lamaran itu diterima dan tak lama kemudian mereka menikah.
Beberapa waktu setelah pernikahan tersebut, Muhammad saw diangkat sebagai Rasul. Berita ini menyebar di kalangan masyarakat Quraisy. Ubaydillah menyambut seruan rasulullah dan menyatakan keimanannya karena ia mendengar Waraqah bin Naufal membenarkan kenabian Muhammad saw. Ramlah pun mengikuti jejak suaminya, memeluk Islam.
Saat Ramlah sedang mengandung, Rasulullah saw menyerukan kaum muslimin untuk berhijran ke Habasyah. Maka berangkatlah Ramlah dan suaminya menuju Habasyah. Ramlah melahirkan Habibah, anaknya di Habasyah. Sejak itu ia lebih dikenal dengan sebutan Ummu Habibah.
Suatu malam, Ramlah terbagnun dari tidurnya. Ia bermimopi buruk tentang suaminya. Diriwayatkan dari Ismail bin As, Ummu Habibah berkata, “Aku melihat suamiku, Ubaydillah bin Jahsy dalam mimpi dengan penampilan yang sangat buruk. Aku terkejut kemudian berkata, “Demi allah engkaua telah berubah!””
Pagi harinya, Ubaydillah bin Jahsy berkata, “Ummu Habibah, aku berpikir tentang agama, dan menurutku tidak ada agama yang lebih baik dari agama nasrani. Aku memeluknya dulu. Kemudian aku bergabung dengan agama Muhammad, tetapi sekarang aku kembali memeluk Nasrani.”
Ramlah berkata, Demi Allah! Tidak ada kebaikan bersamamu! Kemudian diceritakanlah pada suaminya mimpi itu, tetapi Ubaydillah tak menghiraukannya. Ubaydillah kemudian menjadi peminum arak sampai akhir hayatnya.
Setelah Ubaydillah meninggal, Ramlah bermimpi Ubaydillah mendatangi dan memanggilnya Ummul Mukminin. Ramlah terkejut dan menafsirkan bahwa Rasulullah akan menikahinya.
Setelah berpisah dengan suaminya, Ramlah membesarkan anaknya sendirian di Habasyah. Peristiwa yang menimpa Ramlah didengar oleh Rasulullah saw. Setelah masa idah Ramlah selesai, Rasulullah meminta bantuan Negus, penguasa Negus, penguasa Habasyah untuk melamarkan Ramlah. Setelah membaca surat dari Rasulullah, Negus mengutus Abrahah, seorang budak perempuannya untuk menjumpai Ramlah. Ramlah menerima lamaran Rasulullah dengan mas kawin sebesar 400 dinar. Khalid bin Sa’id menjadi wali pernikahannya pada saat itu. Pernikahan itu terjadi sekitar tahun ketujuh hijrah.
Setelah kemenangan kaum muslimin dalam perang Khaibar, rombongan muhajirin dari Habasyah termasuk Ramlah kembali ke Madinah danmenetap bersama Rasulullah saw.
Ramlah selalu tegas dan teguh berpegang kepada Al Islam termasuk dalam menghadapi Abu Sofyan, bapaknya. Salah satu ucapana Ramlah kepada Abu Sofyan adalah, “Ayahku adalah Islam. Aku tidak mempunyai ayah selainnya, selama mereka masih membanggakan Bani Qais atau bani Tamim.”
Pada kesempatan lain, setelah perjanjian Hubaybiah, Abu Sofyan yang datang ke Madian untuk bertemu Rasulullah bertemu Ramlah. Saat itu Ramlah antara lain berkata, “Allah telah menunjukkan Islam kepadaku. Ayah adalah pemimpin dan pembesar Quraisy. Apa yang membuat ayah enggan masuk Islam? Ayah menyembah berhala yang tidak mendengar dan tidak melihat.”
Beberapa tahun setelah berkumpul dengan Ramlah, Rasulullah saw meninggal dunia. Sepeninggal Rasulullah, Ramlah benar-benar menyibukkan diri dengan beribadah danberbuat kebaikan. Dia berpegang teguh dengan nasihat Rasulullah saw dan senantiasa berusaha mempersatukan kaum muslimin dengan kemampuannya sampai ia meninggal dunia pada tahun ke 46 Hijriah.
Baca Selengkapnya...Tahun demi tahun berlalu dengan cepat. Ramlah tumbuh menjadi gadis cantik yang dikagumi pemuda-pemuda Quraisy. Salah seorang di antara mereka adalah Ubaydillah bin Jahsy, pemuda bangsawan Quraisy yang tekun mempelajari ajaran Nabi Isa as dan selalu menyertai Waraqah bin Naufal, seorang pendeta nasrani. Ia melamar Ramlah. Lamaran itu diterima dan tak lama kemudian mereka menikah.
Beberapa waktu setelah pernikahan tersebut, Muhammad saw diangkat sebagai Rasul. Berita ini menyebar di kalangan masyarakat Quraisy. Ubaydillah menyambut seruan rasulullah dan menyatakan keimanannya karena ia mendengar Waraqah bin Naufal membenarkan kenabian Muhammad saw. Ramlah pun mengikuti jejak suaminya, memeluk Islam.
Saat Ramlah sedang mengandung, Rasulullah saw menyerukan kaum muslimin untuk berhijran ke Habasyah. Maka berangkatlah Ramlah dan suaminya menuju Habasyah. Ramlah melahirkan Habibah, anaknya di Habasyah. Sejak itu ia lebih dikenal dengan sebutan Ummu Habibah.
Suatu malam, Ramlah terbagnun dari tidurnya. Ia bermimopi buruk tentang suaminya. Diriwayatkan dari Ismail bin As, Ummu Habibah berkata, “Aku melihat suamiku, Ubaydillah bin Jahsy dalam mimpi dengan penampilan yang sangat buruk. Aku terkejut kemudian berkata, “Demi allah engkaua telah berubah!””
Pagi harinya, Ubaydillah bin Jahsy berkata, “Ummu Habibah, aku berpikir tentang agama, dan menurutku tidak ada agama yang lebih baik dari agama nasrani. Aku memeluknya dulu. Kemudian aku bergabung dengan agama Muhammad, tetapi sekarang aku kembali memeluk Nasrani.”
Ramlah berkata, Demi Allah! Tidak ada kebaikan bersamamu! Kemudian diceritakanlah pada suaminya mimpi itu, tetapi Ubaydillah tak menghiraukannya. Ubaydillah kemudian menjadi peminum arak sampai akhir hayatnya.
Setelah Ubaydillah meninggal, Ramlah bermimpi Ubaydillah mendatangi dan memanggilnya Ummul Mukminin. Ramlah terkejut dan menafsirkan bahwa Rasulullah akan menikahinya.
Setelah berpisah dengan suaminya, Ramlah membesarkan anaknya sendirian di Habasyah. Peristiwa yang menimpa Ramlah didengar oleh Rasulullah saw. Setelah masa idah Ramlah selesai, Rasulullah meminta bantuan Negus, penguasa Negus, penguasa Habasyah untuk melamarkan Ramlah. Setelah membaca surat dari Rasulullah, Negus mengutus Abrahah, seorang budak perempuannya untuk menjumpai Ramlah. Ramlah menerima lamaran Rasulullah dengan mas kawin sebesar 400 dinar. Khalid bin Sa’id menjadi wali pernikahannya pada saat itu. Pernikahan itu terjadi sekitar tahun ketujuh hijrah.
Setelah kemenangan kaum muslimin dalam perang Khaibar, rombongan muhajirin dari Habasyah termasuk Ramlah kembali ke Madinah danmenetap bersama Rasulullah saw.
Ramlah selalu tegas dan teguh berpegang kepada Al Islam termasuk dalam menghadapi Abu Sofyan, bapaknya. Salah satu ucapana Ramlah kepada Abu Sofyan adalah, “Ayahku adalah Islam. Aku tidak mempunyai ayah selainnya, selama mereka masih membanggakan Bani Qais atau bani Tamim.”
Pada kesempatan lain, setelah perjanjian Hubaybiah, Abu Sofyan yang datang ke Madian untuk bertemu Rasulullah bertemu Ramlah. Saat itu Ramlah antara lain berkata, “Allah telah menunjukkan Islam kepadaku. Ayah adalah pemimpin dan pembesar Quraisy. Apa yang membuat ayah enggan masuk Islam? Ayah menyembah berhala yang tidak mendengar dan tidak melihat.”
Beberapa tahun setelah berkumpul dengan Ramlah, Rasulullah saw meninggal dunia. Sepeninggal Rasulullah, Ramlah benar-benar menyibukkan diri dengan beribadah danberbuat kebaikan. Dia berpegang teguh dengan nasihat Rasulullah saw dan senantiasa berusaha mempersatukan kaum muslimin dengan kemampuannya sampai ia meninggal dunia pada tahun ke 46 Hijriah.
0 Komentar:
Post a Comment
<< Home