1. Keutamaan Malam Lailatul-Qadar
Tanda kebesaran dan keagungan Lailatul-Qadar adalah bahwa malam itu merupakan malam yang penuh berkah yang lebih baik daripada seribu bulan. Allah ta’ala telah berfirman :
إِنّآ أَنزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مّبَارَكَةٍ إِنّا كُنّا مُنذِرِينَ
“Sesungguhnya kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kamilah yang memberi peringatan” (QS. Ad-Dukhaan : 3).
وَمَآ أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ * لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مّنْ أَلْفِ شَهْرٍMaksud dari ayat tersebut adalah bahwa amalan di malam Lailatul-Qadar (yang penuh barakah) itu menyamai pahala amal seribu bulan yang tidak ada Lailatul-Qadarnya. Seribu bulan setara dengan 83 tahun lebih. Oleh karena itu, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam menganjurkan untuk berusaha mencari malam tersebut dengan sabdanya :
“Dan tahukah kamu apakah malam lailatul-qadar itu? Malam kemuliaan itu lebih baik daripada seribu bulan” (QS. Al-Qadr : 2-3).
ﻪﺒﻧﺫ ﻦﻣ ﻡﺪﻘﺗ ﺎﻣ ﻪﻟ ﺮﻔﻏ ﺎﺑﺎﺴﺘﺣﺍﻭ ﺎﻧﺎﻤﻳﺇ ﺭﺪﻘﻟﺍ ﺔﻠﻴﻟ ﻡﺎﻗ ﻦﻣAllah mensifati malam itu dengan malam keselamatan/kesejahteraan, sebagaimana firman-Nya :
“Barangsiapa yang mendirikan ibadah (pada malam) Lailatul-Qadar karena iman dan mengharapkan pahala, niscaya akan diampuni dosanya yang telah lalu” (HR. Bukhari 4/217 dan Muslim 759).
سَلاَمٌ هِيَ حَتّىَ مَطْلَعِ الْفَجْرِIni menunjukkan kemuliaan, kebaikan, dan keberkahannya. Orang yang terhalangi dari kebaikan malam itu berarti terhalangi dari kebaikan yang sangat banyak. Inilah keutamaan-keutamaan yang besar pada malam yang penuh barakah ini.
“Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar” (QS. Al-Qadr : 5).
Pada malam ini kita diperintahkan untuk banyak-banyak berdoa dengan doa :
اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ اْلعَفْوَ فَاعْفُعَنِّيْCatatan : Adapun tambahan Kariim sesudah kalimat Alloohumma innaka ‘afuwun adalah tambahan yang tidak ada asalnya dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam. Maka yang paling baik adalah menggunakan doa yang shahih dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam tanpa menambah-nambahi.
[Alloohumma innaka ‘afuwun tuhibbul-‘afwa fa’fu’annii]
“Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf, menyukai maaf, maka berilah maaf kepadaku” (HR. Tirmidzi 3760 dengan sanad shahih).
2. Waktu terjadinya Malam Lailatul-Qadar
Lailatul-Qadar terjadi pada malam-malam ganjil pada sepuluh hari bulan Ramadlan. Ada beberapa hadits shahih yang menyebutkan tentang hal ini, seperti malam ke-21, 23, 25, 27, dan 29 Ramadlan . Imam Asy-Syafi’I berkata,”Ini menurut saya, wallaahu a’lam, karena Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam menjawab sesuai dengan pertanyaannya. Dan pendapat yang paling kuat bahwa itu terjadi pada malam-malam yang ganjil dari sepuluh hari terakhir bulan Ramadlan berdasarkan sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam dari Aisyah radliyallaahu ‘anhaa bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam beri’tikaf pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadlan dan beliau mengatakan : “Carilah Lailatul-Qadar pada malam ganjil dari sepuluh hari terakhir bulan Ramadlan” (HR. Bukhari 4/225 dan Muslim 1169) . Silakan membuka Shahih Bukhari dan Shahih Muslim yang menyebutkan beberapa hadits dimaksud.
3. Tanda-Tanda lailatul-Qadar
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam telah mengkhabarkan kepada kita tentang beberapa tanda yang mengisyaratkan terjadinya Lailatul-Qadar. Diantaranya adalah hadits yang diriwayatkan dari Ubay radliyallaahu ‘anhu ia berkata : Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :
ﻊﻔﺗﺮﺗ ﻰﺘﺣ ﺖﺴﻁ ﺎﻬﻧﺄﻛ ﺎﻬﻟ ﻉﺎﻌﺷﻻ ﺲﻤﺸﻟﺍ ﻊﻠﻂﺗ ﺭﺪﻘﻟﺍ ﺔﻠﻴﻟ ﺔﺤﻴﺒﺻDari Ibnu ‘Abbas radliyallahu ‘anhuma ia berkata : Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :
“Di pagi hari (setelah) malam Lailatul-qadar, matahari terbit tanpa cahaya yang menyinari (redup, tidak panas). Ia bagaikan bejana hingga naik” (HR. Muslim 762).
ﺀﺍﺮﻤﺣ ﺔﻔﻴﻌﺿ ﺎﻬﺘﺤﻴﺒﺻ ﺲﻤﺸﻟﺍ ﺢﺒﺼﺗ ﺓﺩﺭﺎﺑ ﻻﻭ ﺓﺭﺎﺣ ﻻ ﺔﻘﻠﻁ ﺔﺤﻤﺳ ﺔﻠﻴﻟ ﺭﺪﻘﻟﺍ ﺔﻠﻴﻟ4. Beribadah di Malam Lailatul-Qadar
“Lailatul-Qadar merupakan malam penuh kelembutan, cerah, tidak panas, dan tidak dingin. Matahari di pagi harinya menjadi nampak lemah lagi nampak kemerah-merahan” (HR. Ath-Thayalisi 349, Ibnu Khuzaimah 3/231,dan Al-Bazzar 1/486; dengan sanad hasan).
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam apabila telah memasuki sepuluh hari terakhir bulan Ramadlan, beliau semakin giat dan khusyuk dalam beribadah. Beliau kencangkan ikat pinggangnya dan beri’tikaf di dalam masjid. Tidaklah beliau keluar dari masjid kecuali untuk menunaikan hajatnya saja.
Mari kita simak beberapa hadits berikut :
Dari ‘Aisyah radliyallaahu ‘anhaa ia berkata :
ﻪﻠﻫﺃ ﻆﻘﻳﺃﻭ ﻪﻠﻴﻟ ﻰﻴﺣﺃﻭ ﻩﺭﺰﺌﻣ ﺪﺷ ﺮﺸﻌﻟﺍ ﻞﺧﺩ ﺍﺫﺇ ﻢﻠﺳﻭ ﻪﻴﻠﻋﷲﺍ ﻰﻠﺻ ﻲﺒﻨﻟﺍ ﻥﺎﻛ
“Apabila memasuki sepuluh (malam terakhir di bulan Ramadlan), Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam mengencangkan ikatan kainnya, menghidupkan malamnya, dan membangunkan keluarganya (istri-istrinya)” (HR. Bukhari 2/233 dan Muslim 1174).
ﺎﻫﺮﻴﻏ ﻲﻓ ﺪﻬﺘﺠﻳ ﻻ ﺎﻣ ﺮﺧﺍﻭﻷﺍ ﺮﺸﻌﻟﺍ ﻲﻓ ﺪﻬﺘﺠﻳ ﷲﺍ ﻝﻮﺳﺭ ﻥﺎﻛMaka selayaknyalah kita sebagai ummat beliau untuk meneladani beliau dalam menghidupkan bulan Ramadlan, khususnya sepuluh hari terakhir bulan Ramadlan dengan ibadah-ibadah, seperti : I’tikaf, membaca Al-Qur’an dan berusaha menghafalnya, mempelajari hadits dan kandungan-kandungannya, dan lain-lain. Tidak selayaknya kita habiskan waktu malam dan siang kita hanya dengan tidur dan makan.Baca Selengkapnya...
“Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersungguh-sungguh di sepuluh malam terakhir (pada bulan Ramadlan) yang tidak beliau lakukan di saat-saat lain” (HR. Muslim 1174).
1 Komentar:
"uuuuuuhhhhhhh..... mau banget ngedapetin lailatul qodar...."
Post a Comment
<< Home